Angin Duduk dan Masuk Angin, Samakah?

Angin Duduk dan Masuk Angin, Samakah?

loading...
loading...


Dino terpekur. Ia masih tak percaya istrinya, Mila, pergi secepat itu. Semalam, ketika sedang memasak makan malam, Mila mengeluh dadanya nyeri. Mengira masuk angin, Dino mengambilkan obat gosok. Saat kembali ke dapur, Dino menyaksikan istrinya terbaring di lantai sudah tak bernyawa.

Orang awam menyebut penyakit yang menimpa Mila dengan angin duduk. Gejalanya mirip masuk angin, mual, pusing, kembung, berkeringat dingin, dan nyeri dada di ulu hati. Karena itu, orang cenderung menyepelekan dan terlambat menanganinya.

Dalam dunia kedokteran, angin duduk atau angina pectoris dikenal sebagai sindrom serangan jantung koroner akut. “Pasien merasa nyeri karena oksigen berkurang dan jantung tidak bisa bekerja sempurna. Proses jantung memompa darah terganggu bahkan bisa berhenti,” papar dr Aulia Sani, SpJP (K), FJCC, FIHA, Fas CC, Fica, dokter spesialis jantung di Sahid Sahirman Memorial Hospital, Jakarta, ini.

PENYEBAB UTAMA

Ciri utama serangan jantung koroner, menurut Aulia, nyeri dada khas atau typical chest pain yang muncul setelah melakukan aktivitas fisik, seperti naik tangga dan olahraga atau saat emosi tak terkendali, misalnya setelah marah-marah. Nyeri ini berpusat di tengah dada lalu menjalar ke lengan kiri, leher, dan punggung.

Masalah utama yang menyebabkan rasa nyeri tersebut, penyempitan pembuluh darah jantung karena timbunan kolesterol jahat atau LDL (Low Density Lipoprotein)). Kondisi ini menganggu peredaran zat makanan terutama oksigen. Saat kebutuhan tubuh dan pasokan oksigen dari jantung tidak seimbang terjadilah serangan jantung.

“Selain kolesterol jahat, beberapa penyebab penyempitan pembuluh darah antara lain, candu rokok, menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi, dan kelainan gula darah (uncontrolled diabet).”

Faktor keturunan, kata Aulia, turut berpengaruh. Orang dengan ras kulit hitam lebih berisiko menderita penyakit ini. Sedangkan orang Asia, China, Jepang, dengan gaya hidup sederhana, sering makan sayuran dan banyak bergerak, cenderung lebih aman. Begitu juga orang Eskimo, mereka berisiko kecil karena banyak makan ikan laut yang mengandung Omega3—lemak baik atau HDL (High Density Lipoprotein).

PELUANG SAMA

Menurut Aulia, kini 25-30% penduduk Indonesia terjangkiti penyakit ini. Kebanyakan menimpa laki-laki berusia di atas 40 tahun dan perempuan menopause atau yang indung telurnya diangkat. “Indung telur perempuan memproduksi hormon estrogen yang dapat merangsang pertumbuhan HDL. Sementara ketiadaan hormon tersebut mendorong peningkatan LDL yang dapat menyebabkan gangguan jantung,” tutur Aulia.

Pada era 80-an perbandingan penderita penyakit ini pada laki-laki dan perempuan 12:1. Sepuluh tahun kemudian menjadi 7:1. Dan sekarang, setara atau 1:1. Peningkatan ini, kata Aulia, berkaitan erat dengan emansipasi yang membuat perempuan setara dengan laki-laki. Misalnya, sama-sama bekerja di sektor publik, serta adanya perubahan gaya hidup, seperti kecenderungan merokok, mengonsumsi alkohol dan makanan cepat saji.

“Sekarang ada istilah go red for women atau peringatan merah untuk perempuan. Dunia melihat, pola hidup dan tanggung jawab besar pada perempuan meningkatkan risiko mereka terkena serangan jantung. Bahkan, kini tidak menunggu menopause, banyak perempuan terkena penyakit ini di usia 30-40 tahun,” ungkap Aulia.

BUDAYAKAN HIDUP SEHAT

Lalu bagaimana menghindari penyakit ini? Tidak ada hal yang lebih baik dibanding pencegahan sedini mungkin. “Kita harus kembali pada pola hidup yang benar,” pesan Aulia. Mantan presiden direktur RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita ini menyarankan resep hidup sehat, yakni: Seimbang gizi, cukup sayur-sayuran, buah-buahan, serat, konsumsi minyak tak berlebih, menghindari kolesterol tinggi, mengurangi daging, junk food, soda, dan alkohol; Enyahkan rokok yang mengandung 4 ribu racun, antara lain nikotin; Hindari stres; Awasi tekanan darah; dan, Teratur berolahraga.

Saat olahraga, ada beberapa yang perlu diperhatikan. Pertama, teratur atau  minimal tiga kali seminggu selama 30-40 menit. Pilih olahraga yang banyak menggerakkan otot kaki dan tangan karena di situlah mayoritas lemak kita bersarang. Contohnya, lari, jogging, bersepeda, atau renang.

Kedua, terukur denyut nadinya. Agar terjadi pembakaran lemak, jumlah denyut nadi per menit harus mencapai target tertentu. Rumus menghitung denyut nadi saat berolahraga (220-umur) X 70-80%. Angka 70-80 boleh dipilih berdasarkan target kita. Contoh, untuk orang yang berumur 40 tahun, berarti target yang harus dicapai, minimal 180 x 70% = 126/menit, dan maksimal 180 x 80% = 144/menit.

Ketiga, terarah tiga kali seminggu, setiap hari lebih baik. Keempat, terawasi, segera berhenti jika lelah dan dada terasa nyeri. Mulailah olahraga dengan pemanasan dan akhiri dengan pendinginan.

Jadi, jangan tunggu nanti, ubah pola hidup sekarang juga! (ummi-online.com)

loading...

ADS

Angin Duduk dan Masuk Angin, Samakah?
4/ 5
Oleh

4 comments

January 21, 2016 at 10:42 AM delete This comment has been removed by a blog administrator.
avatar
January 21, 2016 at 2:47 PM delete This comment has been removed by a blog administrator.
avatar
January 21, 2016 at 10:56 PM delete This comment has been removed by a blog administrator.
avatar
January 21, 2016 at 10:57 PM delete This comment has been removed by a blog administrator.
avatar

loading...