Satu Rumah Diisi Dua Anak Mengidap Gangguan Jiwa dan Seorang Ibu Renta, Kisahnya Viral di Facebook

Satu Rumah Diisi Dua Anak Mengidap Gangguan Jiwa dan Seorang Ibu Renta, Kisahnya Viral di Facebook

loading...
loading...

9TrendingTopic - Hidup di tengah-tengah pemukiman masyarakat ternyata tak menjamin orang untuk bisa peduli satu sama lainnya.

Seperti dalam sebuah kisah yang dituliskan pengguna Facebook bernama Feriawan Agung.

Dalam tulisan yang dibuat akun Feriawan, ia mengisahkan soal satu keluarga yang hidup dalam kondisi menyedihkan.

Feriawan yang diketahui sebagai pekerja sosial diwilayah Jogjakarta ini menghampiri sebuah rumah yang dihuni satu keluarga yang sudah dalam kondisi gangguan jiwa.

Di dalam rumah yang berada di Pakem, Jogjakarta itu, ada seroang ibu yang sudah tua renta dan hanya bisa tarbaring, lalu seorang putra dan seorang putri yang sudah gangguan jiwa sejak lama.

Dan, penyebab anggota keluarga itu sakit jiwa juga cukup tragis.

Berikut kisah lengkapnya:

"Hari ini, jam 11.00 kembali lagi menjalani petualangan di rumah salah satu calon klien. Sesuai laporan, seorang lansia yang hidup bersama dengan dua anaknya sekarang dalam kondisi terlantar.

Dua anaknya itu, Sulung (kira-kira 55th)sejak kecil mengidap gangguan jiwa. Bawaanya marah-marah, waham curiga kepada masyarakat yang demikian tinggi, anti sosial dan mudah melakukan kekerasan kepada adiknya, Putri(kira-kira 50th).

Adiknya itu, sesuai cerita, dulunya adalah anak cerdas, hingga bersekolah dan sempat mengenyam bangku perguruan tinggi.

Tetapi karena dominasi dan perilaku keras kakaknya, akibatnya dia juga mengidap gangguan jiwa. Si Ibu, atau si lansia, sejak kecil memanjakan si Sulung dan memberikan keleluasaan si sulung untuk berbuat semaunya.

Maka sekian lama mereka hidup di tengah masyarakat, mengisolasi diri dari dunia luar, hingga akhirnya si Lansia dari dalam rumah terdengar suaranya oleh masyarakat selalu berteriak-teriak lapar dan minta bantuan. Masyarakat melakukan laporan ke pemerintah dan seterusnya..dan seterusnya…hingga ke kami.

Rumah berwarna hijau, dari jalan tidak menampakkan adanya kehidupan. Sampah di halaman, mulai dari pintu gerbang dan daun pintu bertebaran. Rata-rata adalah bungkus nasi beserta dengan nasi sisa yang sudah membasi, plastik kresek, plastik bekas minuman semacam the, sedotan, dan entah apa lagi yang mengeluarkan bau busuk menyengat.

Ketika pintu diketuk, ternyata ada penghuninya. Sulung, menyambut dengan kaos warna gelap yang entah sejak kapan dicuci terakhir kali. Rambut gimbal, kulit hitam tanda tak mandi, pandangan mata tajam curiga menanyai kami.

Secara berbohong kami menjawab bahwa kami petugas dari puskesmas ingin menjenguk kondisi si lansia. Dia mengijinkan kami masuk.

Bau pesing dan busuk dari kotoran manusia segera menyeruak sejak daun pintu dibuka tadi, semakin ke dalam semakin jelas.

Lantai putih berubah menjadi kekuningan dan ada semacam lumpur, yang saya yakini itu kotoran manusia, tampak diratakan dengan menggunakan gombal. Diratakan, bukan di-pel.


Keadaan dalam rumah sungguh-sungguh tidak bisa membuat saya menemukan sumber oksigen yang segar. Saya tidak siap dengan masker, handscoon dan peralatan standar lainnya, karena tidak menduga bahwa kondisinya akan seperti ini.

Beberapa kamar lain tampak ditimbuni barang antah berantah. Atap tanpa eternit, tampak jelas bahwa rumah ini rentan roboh karena blandar utama dari atap rumah sudah dalam kondisi melengkung.

Ketika si sulung nampak meninggalkan ruangan, saya sempatkan memotret beberapa sisi ruangan sekenanya. Khawatir juga, kalau nanti malah defens karena saya sudah melakukan tindakan yang nantinya dia curigai.

Di ruangan bersebelahan dengan si lansia, sepasang mata menatap kami. Putri, ada di atas kamar dengan kondisi baju seperti orang gila. Pintu kamarnya terhalangi oleh lemari yang mungkin disengaja dipasang si sulung untuk mencegah adiknya pergi ke mana-mana.

Sekedar menyapa kami menangkap bahwa Putri masih bisa diajak berkomunikasi.

Si lansia, tergolek di atas kasur yang sudah membusuk yang entah berapa kali terguyur pipis dan kotorannya. Dengan ditopang bantal dan guling tua, suaranya sangat keras mencurigai kedatangan kami, dan berkali-kali kami harus meyakinkan bahwa kami dari puskesmas bermaksud untuk memeriksa kondisinya.

Tubuhnya kurus kering, tidak mampu duduk, apalagi berdiri. Baju yang tidak terlalu lengkap dikenakannya, karena sekedar untuk menutupi badan, tanpa daleman.

Sehelai jarik menjadi selimutnya di atas kasur di sebuah kamar sempit dan minim cahaya. Lama kami harus mengulang-ulang maksud tujuan kami menemuinya.


Di ruang tengah, seiring dengan banyaknya aparat yang masuk, si Sulung mulai menaikkan nada suaranya, nada amarahnya.

Pak RW harus melayani nada bicara keras itu, sementara saya dan beberapa petugas mengatur bagaimana caranya si Lansia untuk secepatnya dibawa ke rumah sakit atau puskesmas. Beruntung, ada handscoon, dan masih tanpa masker.

Saya dan salah seorang rekan dari BPSTW mengangkat tubuh renta itu untuk dipidah ke tandu. Prosesi yang hanya sekitar setengah menit itu jadi terasa lama dikarenakan begitu menyengatnya bau, begitu tangan ini terasa basah dan baju dinas ini tertempel kain si lansia yang tidak tahu kapan terakhir kali dicuci.

Setelah lansia diposisikan ditandu, kemudian dinaikkan mobil ambulan dari puskesmas, kini giliran membujuk si Putri dan si Sulung untuk dimasukkan ke RSJ Grhasia.

Si Sulung tidak menyadari bahwa dia akan dibawa ke RSJ, tetapi si Putri nampak bimbang meninggalkan kamar. Setelah lemari disingkirkan dari depan pintu kamarnya, nampaklah jajaran botol-botol aqua berisikan air berwarna kuning. Banyak sekali. Iya benar, sepertinya air kencing.

Setelah berdialog dan negosiasi, mulai dari membawa makanan, sayuran dan apapun yang dia kehendaki (yang entah itu makanan kapan), hingga ia berganti baju. Akhirnya tanpa perlawanan dia terbujuk untuk naik mobil darurat.

Jam 12.30 rumah itu sudah dikosongkan. Saya tutup pintu gerbang bersama dengan aparat setempat yang berniat untuk membereskan kondisi rumah itu. Sementara selesai. Ya, sementara selesai. Karena besok, biarlah milik besok.(*)".

Kisah yang diunggah sejak 22 Agustus 2016 ini telah dibagikan sebanyak 364 kali dan dikomentari 104 netizen.

Mari Amiinkan.. Semoga Allah Mengirimkan Orang Yang Berhati Mulia Untuk Keluaraga Ini... Amiin...


sumber : bogor.tribunnews.com
loading...

ADS

Satu Rumah Diisi Dua Anak Mengidap Gangguan Jiwa dan Seorang Ibu Renta, Kisahnya Viral di Facebook
4/ 5
Oleh

loading...